Bertemu Guru Spiritual
Suatu hari saya bersama dengan 11 teman saya bertemu seorang guru spiritual. Kami terlibat pembicaraan yang menarik dan sangat intens.
Salah satu
pertanyaan yang mengemuka adalah “Kyai, kenapa sih hidup ini penuh dengan krisis, banyak orang
mengantre Bahan Bakar Minyak
(BBM), dolar naik, hidup sulit, kerja sulit, banyak PHK, banyak orang miskin?”
Karena
saya orang sains (latar belakang saya adalah alumnus MIPA Universitas Indonesia), saya membatin, “Ya
iyalah, karena pendidikannya
tidak mengajarkan kekayaan.” “Ya iyalah, karena
orangtuanya tidak
memberikan pendidikan yang baik.” “Ya iyalah, karena dia malas.” Itu yang ada dalam pikiran saya
Tapi
ternyata jawaban yang beliau berikan tidak sesederhana itu. Alih-alih menjawab, ia malah memberikan
pertanyaan. “Sebenarnya untuk apa sih kita
diciptakan?” tanya Kyai.
Ada di antara kami yang menjawab, “Untuk beribadah.” Seperti ditegaskan oleh Allah Swt., dalam Al-Qur’an, “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Ad-Dzariyat: 56).
Tapi Pak Kyai
mengatakan, “Bukan itu jawabannya.” Lalu, ada yang menjawab, “Untuk menjadi khalifah di
muka bumi.”
Seperti firman
Allah, “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
khalifah di muka bumi…” (QS.Al-Baqarah: 30). Namun,
lagi-lagi Pak Kyai mengatakan, “Bukan itu jawabannya.”
Saya terkejut, ketika Pak Kyai mengatakan bahwa hakikat kita diciptakan bukan untuk ibadah, bukan untuk menjadi khalifah, tetapi…“buat senang-senang”, tidak ada yang lain. “Sebenarnya Allah menciptakan manusia ingin DIMULIAKAN dan DIMANJA,” tutur Pak Kyai.
Jadi, Allah
sebenarnya ingin kita hidup senang. Allah gak ingin lihat kita susah. Allah gak ingin lihat kita
berat. Allah gak ingin kita sampai berletih-letih.
Sebaliknya, Allah ingin melihat hidup manusia senang dan bahagia.
Sebagai
ilustrasi, ketika seorang wanita dinikahi seorang pria, hakikatnya untuk apa? Untuk dibahagiakan,
bukan?
Pukul tiga dini hari istri
dibangunkan oleh suami untuk mandi dan air hangat sudah tersedia. Siapa yang siapkan? SUAMI… Kemudian shalat
Tahajud bareng dan shalat Subuh
berjemaah, dilanjutkan dengan zikir. Setelah beres
urusan ibadah qiyamullail dan Subuh, istri pergi ke dapur hendak mencuci pakaian, ternyata pakaian kotor sudah
dicucikan oleh… SUAMI. Lalu istri hendak
memasak sarapan pagi, ternyata di meja makan sudah ada nasi goreng, asapnya masih ngebul.
Ternyata yang masak adalah... SUAMI.
Setelah itu, saat
sang istri mau menyapu lantai, suaminya memeluk dari belakang, “Mah, biarin saya saja yang
menyapu.”
Seusai shalat Duha pukul 9 pagi, suami mengajak istrinya ke mall.Istri dipersilakan membeli apa saja yang dia mau, hingga tiba waktu Zuhur dan makan siang. Selesai memborong belanjaan, shalat Zuhur dan makan siang, istri mengajak suaminya pulang ke rumah. Namun suaminya berkata, “Tunggu dulu, ada satu toko yang kita belum datangi.” “Toko apa itu, Pah?” tanya istrinya. “Toko berlian,” lalu sang suami membelikan berlian nan indah untuk istri tercinta. Tiap hari seperti itu, berulang-ulang tak berhenti sampai waktu tak terbatas. Maukah ISTRI mendapatkan hal seperti itu dalam hidupnya? Tentu mau. Hehe….
Sebenarnya hanya
begitulah tujuan manusia diciptakan, yakni untuk
dimuliakan dan dimanja oleh Allah Swt, Sang Pencipta. Manusia dimuliakan di atas malaikat, dimuliakan di atas
ciptaan Tuhan yang lain. Lalu
dimasukkan ke dalam surga. Di surga, apa yang diinginkan oleh manusia, langsung
tersedia.
Saat istri sibuk dengan kehidupan indahnya, suami
pun sibuk dengan para bidadari nan jelita.
Nah, SUAMI maukah
dapat kehidupan seperti itu setiap hari? Tentu
mau. Hehe....
Nah, hanya
begitu. Senang-senang saja. Allah tidak mau kita merasakan di-PHK, hidup sulit atau mengalami
kehidupan berat lainnya. Allah hanya mau kita
hidup bahagia.
Sebenarnya
Allah menciptakan manusia cuma dua
tujuannya: dimuliakan dan dimanja.
“Dan Kami
berfirman, “Hai Adam, tinggallah engkau dan istri engkau dalam jannah ini, dan makanlah darinya sepuas
hati di mana pun kamu berdua suka.” (QS. Al-Baqarah: 35)
Firman-Nya lagi: “Dan hai Adam,
tinggallah engkau dan istri engkau di dalam jannah ini, maka makanlah dan minumlah dari mana saja
kamu berdua sukai.” (QS. Al-A’raaf: 19).
Kalau kita baca
dalam riwayat penciptaan manusia (Adam dan Siti Hawa), Allah menggambarkan bahwa Adam dan istrinya, oleh
Allah
diperintahkan tinggal di surga. Di sana semua serba-enak, serba-gampang, serba-tersedia. Hidup di surga adalah
hidup yang tenang, aman, damai, kekayaan
tanpa batas, apa-apa yang diambil gratis.
Tapi Allah mengingatkan kepada Adam dan istrinya agar jangan mendekati pohon khuldi, karena mereka bisa celaka.
Namun ternyata Adam dan istrinya menyentuh pohon larangan tersebut sehingga akhirnya mereka diturunkan ke dunia, dan harus menjalani hidup yang berat dan sulit, tidak seperti di surga. Segala sesuatu yang mereka inginkan harus diusahakan terlebih dahulu, tidak serta-merta datang begitu saja.
Kesalahannya
sederhana dan cuma satu, yakni karena dosa (melanggar
larangan Allah). Karena dosa manusia, hidupnya jadi sulit. Makin banyak dosa, makin sulit hidupnya. Harus
kerja keras banting tulang, pergi pagi
pulang malam, dikejar deadline, kejar tayang, dan diomeli bos.
Lebih susah
hidupnya, tapi manusia tidak juga berhenti berbuat dosa. Akibatnya, hidupnya makin susah.
Barang-barang yang dibutuhkan,
tidak mampu dibelinya secara kontan. Akhirnya terpaksa harus berutang atau beli secara mencicil. Beli jilbab berutang, beli panci berutang, beli macam-macam barang berutang.
Setelah itu,
manusia masih juga tidak berhenti berbuat dosa. Akibatnya hidupnya pun terus-menerus susah. Karena
dosa yang dilakukan.
Wah, mau bahas
rezeki, malah bahas dosa… gimana Pak Nas ini… Tenang saja, setelah saya teliti ternyata dosanya kecil sekali, bahkan kayaknya bukan dosa, tapi sekadar kesalahan kecil. Tapi kesalahan kecil itu yang akhirnya menghalangi dari
rezeki. Ingat, Nabi Adam dan Siti Hawa
diusir oleh Allah hanya karena satu
kesalahan,
yakni mendekati/menyentuh pohon khuldi.
Kesalahan Adam
dan istrinya mungkin hanya merupakan dosa kecil,
tapi akibatnya luar biasa: ia dan istrinya diusir dari surga yang penuh kenikmatan dan diturunkan ke dunia ini yang
penuh dengan perjuangan.
Lalu, pesan Kyai
yang saya ingat betul, “Kalau ingin hidup dimanja,
senang, damai, maka sederhana… JANGAN BUAT DOSA,”
“Ketika kau
berhati-hati dari berbuat dosa, maka engkau akan merasakan surga sebelum surga yang
sebenarnya,” lanjut Kyai.
Pak Kyai
menegaskan, sesungguhnya kita bisa mendapatkan surga itu di dunia, tak hanya nanti di akhirat. Kalau
menunggu nanti di akhirat, terlalu lama. Padahal di dunia pun kita sudah bisa mendapatkan surga. Salah satu
syarat utamanya adalah berhati-hati
dari berbuat
dosa.
Saya berhari-hari
menangis memikirkan kalimat tersebut. Saya sadari, selama ini banyak sekali dosa saya yang akhirnya membuat hidup saya jadi sulit. Tapi kabar baiknya adalah “Kalau kamu bisa memperbaiki hal tersebut, berhati-hati, maka keajaiban akan datang kepadamu”. Inilah hal yang sangat saya
yakini, dan hal itu membuat saya bersemangat untuk
meraihnya. Ajaran Pak Kyai merasuk dalam hati
saya.
Sebenarnya juga takdir kita diciptakan Allah, hanya Allah yang Mahatahu. Saat di surga dimuliakan dan dimanja, lalu ketika diturunkan ke bumi, maka tugas beribadah dan menjadi khalifah muncul menjadi tugas utama. Jadi, jawaban beribadah dan menjadi khalifah memang benar, seperti yang termaktub dalam Al Qur’an.
Nah, yang dimaksud oleh sang Kyai adalah sebenar-benarnya tujuan Allah adalah dimuliakan dan dimanja. Suatu saat akan kembali lagi ke surga. Namun, sebelum sampai ke surga, akan bisa juga dinikmati di dunia. Merasakan di surga sebelum surga yang sebenarnya. Tentu dengan syarat-syarat yang Allah berikan juga.
dari buku "Rahasia Magnet Rezeki, Nasrullah"
Komentar
Posting Komentar